Friday, March 13, 2015

Bintang Jatuh

Dia kembali bertanya kepadaku:
"Lalu bagaimana rasanya, ketika itu semua berakhir?"

Terdiam sejenak, kemudian aku menjawabnya:
"Bagaimana rasanya, menjadi bintang jatuh di langit malam?"



Setelah sekian lama bertakhta di luar angkasa
Dikenal segenap jagad raya
Setelah sekian lama dikagumi oleh Matahari
Diperhatikan, dilindungi, dicintai
Dipeluk oleh kehangatannya

Pada suatu masa terangku mulai melemah
Sendu adalah warna baruku
Memandangmu kini menyilaukanku
Dan aku merasakannya.
Sang Ajal dalam perjalanan menuju padaku.

Aku berharap kau mau membagikan sedikit saja
Sedikit saja, dari cahayamu
Meski aku tahu, aku tak layak
Tak boleh engkau kehilangan terangmu
Karena banyaknya kehidupan dalam naunganmu
Terutama satu, yang tersayang, yang indah dan biru,
yang bernama Bumi.

Lalu kaualihkan pandanganmu dariku
Karena tak ada lagi yang bisa kaulakukan
Selain membiarkanku sendiri.
Namun setidaknya aku pernah menjadi pujaanmu,
Aku tak meminta lebih
dan tak akan berhenti mencintaimu.
Hanya kali ini, dalam diam.



Dan jadilah, aku hanya bisa diam
Menunggu,
dalam dinginnya ruang hampa udara tak berbatas
Melihat yang lain pun bersedih melihatku
Namun mereka tak sanggup berkata
Bahwa Ajal telah tiba.

Ia mengambil sisa cahayaku
dan melepaskanku pergi.
Maka aku terjatuh, makin lama makin cepat.

Dalam airmata aku mengenangmu, Matahari.
Aku mendambakan sentuhanmu lagi
Kehangatanmu lagi di sekujur tubuhku
Aku ingin menjadi kesayanganmu
Hingga aku teringat, ya, seperti Bumi.
Maka dengan sisa nafasku,
kesanalah aku menuju.

Bulan tercengang melihatku
melintas di hadapannya.
Aku terjatuh, kencang.
Terbakar oleh atmosfer.
Aku telah tiada.

Di Bumi aku tiba
dengan raga menyatu dengannya,
menjadi bagian darinya.
Bagian dari yang ia, Matahariku, sayangi.


BR